Ketua Fraksi Gerindra Kritik Pernyataan Gubernur Bengkulu, Sebut Tak Etis dan Perkeruh Hubungan Antarlembaga

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Bengkulu, H. Suharto, SE, MBA. Foto : Cyntia/Alankanews.com

Alankanews.com -- Ketua Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Bengkulu, H. Suharto, SE, MBA, melontarkan kritik tajam terhadap pernyataan Gubernur Bengkulu Helmi Hasan yang dinilai tidak mencerminkan etika seorang kepala daerah. Pernyataan Gubernur yang menyinggung aksi walk out (WO) sejumlah anggota dewan dinilai berpotensi memperuncing hubungan antara eksekutif dan legislatif.

“Pernyataan seperti itu tidak pantas keluar dari seorang kepala daerah. Apalagi dengan membawa-bawa nama rakyat. Itu justru bisa memperkeruh hubungan antarlembaga,” kata Suharto kepada wartawan, Sabtu (31/5/2025).

Ketegangan bermula saat Gubernur Bengkulu menanggapi aksi WO anggota dewan dalam sidang paripurna dengan menyatakan, “Kalau sudah WO, tidak usah kembali lagi. Kata rakyat seperti itu, tidak usah WO sehari dua hari, tapi selama-lamanya, sampai kiamat bila perlu.” Ucapan tersebut menuai reaksi keras dari sejumlah anggota DPRD.

Menurut Suharto, aksi WO adalah bagian dari mekanisme demokrasi dan sah dilakukan dalam sistem presidensial. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk penyampaian sikap politik yang dilindungi oleh konstitusi.

“Di DPR RI pun aksi walk out sering terjadi dan tidak ditanggapi dengan pernyataan emosional. Jika kepala daerah justru menyampaikan kalimat yang berpotensi mempermalukan lembaga lain, itu bukan dinamika demokrasi, tapi sudah masuk ranah destruktif,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa DPRD dan pemerintah daerah adalah mitra strategis dalam membangun daerah. Perbedaan pandangan seharusnya menjadi ruang dialog, bukan justru menjadi pemicu konflik terbuka.

“Bengkulu masih menghadapi banyak persoalan strategis seperti infrastruktur, kemiskinan, dan layanan publik. Justru yang dibutuhkan adalah kekompakan antara eksekutif dan legislatif, bukan saling menyerang,” kata Suharto.

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya menjaga etika berkomunikasi, apalagi dari seorang pemimpin yang seharusnya menjadi teladan.

“Negara ini berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Perbedaan adalah hal wajar. Tapi menyikapinya harus dewasa. Bukan dengan kalimat emosional atau membawa nama rakyat untuk membenarkan diri,” pungkasnya.

Repoerter : Cyntia Pramesti

Editor : Gita KMS